Rumusan Syarahan Malam Sabtu oleh Prof Syed Muhammad Naquib al-Attas

26hb October 2013

“Pemikiran Evolusi dalam Peradaban Barat”

Pada tarikh 26 October 2013, Tan Sri Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan syarahan dwi mingguannya dalam program Saturday Night Lecture di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) Kuala Lumpur. Dalam acara yang digagas oleh CASIS (Center for Advanced Studies on Islām Science and Civilisation) tersebut, Prof. al-Attas berbicara panjang lebar tentang idea atau pemikiran evolusi yang terjadi sepanjang peradaban Barat. Prof. al-Attas menjelaskan bahawa sepanjang sejarah umat manusia, hanya ada dua peradaban yang memberikan pengaruh besar terhadap sejarah manusia, iaitu Kristian dan Islām. Peradaban-peradaban lain seperti Buddhisme and Hinduisme memang peradaban-peradaban yang besar juga, tetapi peradaban-peradaban tersebut terbatas hanya di kawasan mereka sahaja. Selain itu, peradaban-peradaban tersebut pun tidak memiliki misi seperti Kristian dan Islām.

Prof al-Attas kemudian menjelaskan, agar kita boleh memahami permasalahan-permasalahan moden yang sedang kita hadapi, kita pun harus memahami pengalaman manusia Barat. Sebab, permasalahan-permasalahan tersebut muncul kerana pengalaman manusia Barat. Seperti kebingungan yang dihadapi oleh umat Islām moden yang bingung tentang definisi manusia.


Barat menganggap manusia sebagai entiti yang berbeza dengan masa lalu. Dari sini mereka kemudian menggunakan kata “homo” yang bererti “sama” dan berbicara tentang tulang-tulang (skeletons) jutaan tahun lalu—perbezaan hanya dalam hal tingkat sahaja. Inilah yang kemudian disebut dengan idea evolusi yang ternyata telah menyatu dalam sejarah Barat. Idea tersebut, misalnya, boleh kita temukan dalam mitologi Negara-negara Barat, seperti Bangsa Nordik. Bangsa tersebut memiliki mitologi yang sama dengan idea evolusi. Seperti Ragnarok yang merupakan mitologi tentang kesudahan sesuatu dan kemunculan sesuatu yang lain.

Idea tentang evolusi tersebut tidak pernah difikirkan oleh Bangsa Yunani Kuno. Failusuf-failusuf seperti Aristotle dan Plato tidak pernah memiliki pemikiran tentang evolusi, the state of nature, atau perpindahan intelegensi manusia (homo sapiens). Mereka justeru berfikir bahawa manusia abadi dan tidak pernah berubah. Idea tentang evolusi baharu berkembang pada failasuf-failasuf zaman kemudian.


Dari masa Yunani Kuno sampai Kerjaan Romawi pun ada semacam kekosongan (lacuna), dengan kata lain, seperti tidak ada hal yang terjadi dalam sejarah Barat dan peradaban manusia. Bangsa Romawi pun lebih memperhatikan masalah hukumdan administrasi. Padahal, sebelumnya Bangsa Yunani Kuno telah membicarakan hal-hal seperti jiwa, pendidikan, dan etika. Hal yang banyak terjadi adalah penyebaran Kristian, masalah tentang hakikat Tuhan dan Jesus. Sebab itu, mereka menyebut diri mereka sendiri pada waktu itu sebagai zaman kegelapan (dark age). Pada waktu itu, tidak ada diskusi tentang jiwa atau manusia. Mereka hanya menekankan tentang konsep trinity. Inilah yang menjadi latar belakang ilmuwan-ilmuwan Romawi mengadakan pertemuan di Nicea dan Chalcedon. Sebab, begitu banyak penafsiran terhadap Gospel—bahkan ada yang menyebut hingga 500 penafsiran. Mereka bertemu kerana ingin menentukan penafsiran yang betul, ortodoks, dan katolik. Dari sini kemudian muncul idea tentang Catholicism.

Peristiwa tersebut terjadi pada abad ketujuh masihi. Dengan kata lain, tidak ada perubahan besar yang terjadi di Barat kecuali apa yang terjadi pada Kerajaan Romawi. Tapi kita juga tahu, Kerajaan Romawi kemudian diruntuhkan oleh Bangsa Jerman. Meskipun pada waktu itu, Bangsa Jerman tidak memiliki peradaban luhur sehingga yang terjadi justeru mereka meniru gaya hidup Bangsa Romawi.

Bangsa Barat pun mulai berkenalan dengan filsafat Yunani setelah kedatangan Islam. Akibatnya, idea-idea para failusuf tentang jiwa, pendidikan, dan negara kemudian mulai dimasukkan ke dalam ajaran-ajaran Kristian. Sebab, Gospel tidak banyak berbicara banyak tentang hal-hal spiritual. Berbeza dengan Islam yang justeru berbicara banyak tentang hakikat alam, ilmu, jiwa, negara, keadilan, virtue, dan etika.


Perkenalan Barat dengan filsafat Yunani kemudian menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap Barat. Seperti Saint Thomas Aquinas yang mengenalkan Aristotle kepada agama Kristian—hingga banyak orang yang membicarakan tentang fenomena “Aristotle-Christianity”. Mengikuti Aristotle, mereka kemudian mulai membicarakan tentang jiwa, etika, dan manusia. Dengan demikian, pada abad pertengahan, kita bisa menemukan sejarah kuno seperti Yunani dan Romawi.

Barat melihat sejarah dalam beberapa tahap: klasik, kegelapan(dark age), medieval, moden, dan pascamoden. Di antara medieval dan moden, Barat pun memiliki renaissance dan enlightenment. Renaissance yang bererti dilahirkan kembali (to be born again) menunjukkan bahawa Barat seolah-olah memang baharu, dilahirkan kembali, dan mencuba untuk menemukan zaman kuno.

Para failasuf Barat pun mencuba untuk menjelaskan idea tentang manusia. Pada asalnya, Plato dan Aristotle yang membicarakan tentang jiwa. Namun, pada zaman selanjutnya, terutama oleh failasuf Jerman seperti Immanuel Kant, manusia kemudian diertikan bukan makhluk yang memiliki jiwa. Kerana hal tersebut, psikologi (ilmu yang diciptakan oleh bangsa Yunani) kemudian berubah menjadi antropologi. Manusia kemudian bukan psyche (jiwa), tapi anthropos. Jiwa pun kemudian dihilangkan. Setelah itu, manusia kemudian dilihat sebagai makhluk yang memiliki daging dan darah sahaja (haiwan). Ketika manusia didefinisikan sebagai makhluk yang rational, mereka kemudian menafsirkan rational hanya sebagai mind (bagaimana manusia bisa memahami alam) dan penggunaan mind itu sendiri—hal yang kemudian mereka sebut sebagai reason).

Setelah itu kemudian muncul William James dan Sigmund Freud. Freud kemudian mengenalkan hal yang ia sebut sebagai psikoanalisis. Jiwa kemudian tidak lagi menjadi hakikat spiritual, tetapi hakikat fizik—atau hal yang mereka sebut sebagai consciousness. Psikoanalisis kemudian bukan menjadi ilmu tentang jiwa, tetapi ilmu tentang perbuatan manusia—bagaimana manusia berbuat. Psikologi kemudian menjadi disekularkan (secularized).


Ada juga Auguste Comte yang berbicara bagaimana manusia memahami dunia ini dengan cara pandang magic. Namun, berdasarkan pandangan evolusi, agama kemudian mengambil alih pandangan magic tersebut. Kemudian setelah agama, sains yang mengambil alih pandangan agama. Dengan demikian, jauh sebelum Charles Darwin, Barat telah berfikir tentang evolusi. Bahawa mereka harus hidup dalam kehidupan yang evolutionary. Tentu sahaja, pemahaman dan pengalaman seperti itu bukan hal yang dialami oleh agama dan umat Islam.

Dengan demikian, idea tentang evolusi adalah idea yang telah ada dalam sejarah Barat. Meskipun memang baharu Darwin yang kemudian memberikan data-data saintifik. Inilah yang kemudian difahami oleh Barat sebagai dialektik, iaitu tesis-antitesis-sintesis.[]

ditulis oleh Arif Munandar Riswanto, calon Master Falsafah CASIS

for the PDF version click HERE
To see the pictures click HERE